Sabtu, 19 Desember 2009

Kota Tua di Malam Hari (kritik deskriptif/depiktif-aspek dinamis)


Menyusuri jalanan didaerah kota tua tersebut rasanya seperti melakukan napak tilas pada masa keemasan kota ini di abad-18. Bangunan tua megah, lampu-lampu jalan yang reduh berwarna kuning semakin menguatkan suasana eksotis sudut kota ini. Sepanjang jalan, banyak kutemukan para pedagang dan seniman yang menjajakkan hasil karyanya mulai dari gelang-gelang, kaos bergambar sepeda onthel khas Kota Tua, hingga jasa penggambaran tato sementara.

Museum Fatahillah di malam hari juga tampak begitu eksotik dengan sekumpulan muda-mudi yang berkumpul di depannya, membuat museum ini tampak hidup dan memberikan nafas baru bagi kota yang sempat tak terurus dan penuh dengan tindak kriminal ini. Namun, semenjak dijadikan sebagai daerah tujuan wisata malam oleh pemda DKI Jakarta pada bulan Juli ini, Kota Tua menjadi sangat hidup.

Tempat yang dulu terkesan kumuh ini sekarang menjadi pusat kumpul para muda-mudi dari berbagai golongan. Mulai dari komunitas sepeda, komunitas skate board, hingga komunitas low rider. Ada juga pedagang yang menjual barang yang tidak biasanya yakni alat-alat sulap. Sang pedagang pun dikerumuni para pengunjung yang penasaran akan jualan yang dijajakinya. Di sampingnya, terdapat jasa bermain catur. Entah apa maksud penjajaknya. Yang jelas siapapun yang ingin bermain catur harus mengeluarkan sejumlah uang dan bermain dengan pedagangnya.

Sejauh mata memandang yang terlihat adalah para muda-mudi yang tumpah ruah di halaman pelataran Museum Fatahillah. Duduk santai selonjoran sambil bercanda ria di bawah temaramnya lampu sambil menikmati suasana kota yang indah. Inilah pernik unik dari kota tua yang mampu memberikan banyak cerita yang berkesan dalam semalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar